Bismillahirrahmanirrahim..
Seorang mukmin sejati pastilah memiliki orientasi kehidupan yang tinggi. Ia senantiasa akan memperbaiki pundi-pundi amal shalihnya baik dari segi kualitas maupun kuantitas, semata-mata mencari ridha Allah Ta’ala semata. Ia juga sadar bahwasanya akan datang suatu hari, dimana harta, tahta dan anak keturunan tidak dapat memberikan manfaat secuil pun dan tidak pula mampu menolak mudarat yang akan menimpanya. Baginya, kebangkitan setelah kematian merupakan suatu keniscayaan yang tiada keraguan sedikitpun di dalam nuraninya. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman (yang artinya), “Kemudian, sesudah itu, sesungguhnya kamu sekalian benar-benar akan mati. Kemudian, sesungguhnya kamu sekalian akan dibangkitkan (dari kuburmu) pada hari Kiamat.” (QS. Al-Mu’minun [23] : 15-16).
Mukmin tersebut tidak meragukan sedikitpun kemahakuasaan Allah Ta’ala yang dapat menghidupkan manusia kembali dari kubur mereka. Allah Tabaraka wa Ta’ala berfirman (yang artinya), “Sebagaimana Kami telah memulai penciptaan pertama, begitulah Kami akan mengulanginya. Itulah suatu janji yang pasti Kami tepati. Sesungguhnya Kami-lah yang akan melaksanakannya.” (QS. Al-Anbiya’ [21] : 104). Hal ini tidaklah bertentangan dengan logika manusia yang masih bersih lagi murni dengan segala keterbatasannya, bahwa seorang peneliti yang telah mampu menciptakan sebuah temuan baru (yang sejatinya berasal dari komponen yang telah eksis) akan dapat memproduksinya kembali di hari kemudian. Bahkan ia dapat memproduksinya secara massal dengan lebih mudah. Maka bagaimana dengan Allah Ta’ala, Sang Pencipta seluruh makhluk-Nya, yang mencipakan bahkan dari suatu ketiadaan menjadi sesuatu yang sempurna!
Setelah kita meyakini bahwasanya manusia akan dibangkitkan kembali, maka yang terlintas adalah balasan apakah yang akan kita terima kelak. Akankah rumah di surga dan berbagai kenikmatan yang tidak pernah dilihat oleh mata, didengar oleh telinga dan terlintas dalam pikiran akan dikaruniakan kepada kita. Atau justru malapetaka, siksaan dan penderitaan yang tiada akhirnya menjadi terminal akhir kehidupan kita, wal ‘iyadzubillah (semoga Allah melindungi kita dari siksa neraka). Untuk itu, marilah kita mulai berupaya untuk membangun rumah di surga dengan amalan-amalan yang dicontohkan oleh baginda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Kiat-Kiat Membangun Rumah di Surga
Berikut ada beberapa amalan yang dicontohkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang memiliki keistimewaan, yang mana buahnya dapat kita petik kelak di akhirat berupa rumah di surga-Nya.
- Membangun masjid
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda, “Barangsiapa yang membangun masjid karena Allah, maka akan Allah bangunkan baginya rumah di surga.” (Muttafaqun ‘alaih).
- Membaca surat Al Ikhlas 10 kali
Hal ini berdasarkan hadits dari sahabat Mu’adz bin Anas radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, barangsiapa membaca Qul huwallahu ahad sampai selesai (Surat Al Ikhlas) sebanya sepuluh kali, maka akan Allah bangunkan baginya rumah di surga.” (HR. Ahmad, 3: 437. Syaikh Al Albani dalam Ash-Shahihah mengatakan bahwa hadits ini hasan dengan berbagai penguat)
- Mengerjakan 12 raka’at shalat rawatib dalam sehari
Dari Ummu Habibah radhiyallahu ‘anha, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa mengerjaan shalat sunnah dalam sehari semalam sebanyak 12 raka’at, maka akan Allah bangunkan rumah di surga disebabkan amalan tersebut.” (HR. Muslim no. 728)
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa merutinkan shalat sunnah dua belas raka’at dalam sehari, maka Allah akan bangunkan baginya sebuah rumah di surga. Dua belas raka’at tersebut adalah empat raka’at sebelum zhuhur, dua raka’at sesudah zhuhur, dua raka’at sesudah magrib, dua rakaat sesudah ‘isya, dan dua raka’at sebelum shubuh.” (HR. Tirmidzi no. 414, Ibnu Majah no. 1140, An-Nasa’I no. 1795)
- Meninggalkan perdebatan, meninggalkan dusta dan berakhlak mulia
Dari Abu Umamah radhiyallahu ‘anhu, Ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Aku memberikan jaminan rumah di pinggiran surga bagi orang yang meninggalkan perdebatan walaupun Ia adalah orang yang benar. Aku memberikan jaminan rumah di tengah surga bagi orang yang meninggalkan dusta walaupun dalam bentuk candaan. Aku memberikan jaminan rumah di surga yang tinggi bagi orang yang baik akhlaknya.” (HR. Abu Daud no. 4800)
- Menutup celah dalam shaf ketika shalat berjama’ah
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang menutupi suatu celah (dalam shaf), niscaya Allah akan mengangkat derajatnya karena hal tersebut dan akan dibangunkan untuknya sebuah rumah di dalam surga.” (HR. Al Muhamili dalam Al Amali 2 : 36. Disebutkan dalam Ash Shahihah no. 1892)
- Mengucapkan tahmid (Alhamdulillah) dan istirja’ (Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un) ketika anaknya wafat
Dari Abu Musa Al-Asy’ari radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ““Apabila anak seorang hamba meninggal dunia, Allah berfirman kepada malaikat-Nya, “Kalian telah mencabut nyawa anak hamba-Ku?” Mereka berkata, “Benar.” Allah berfirman, “Kalian telah mencabut nyawa buah hatinya?” Mereka menjawab, “Benar.” Allah berfirman, “Apa yang diucapkan oleh hamba-Ku saat itu?” Mereka berkata, “Ia memujimu dan mengucapkan istirja’ (innaa lilaahi wa innaa ilaihi raaji’uun).” Allah berfirman, “Bangunkan untuk hamba-Ku di surga, dan namai ia dengan nama baitul hamdi (rumah pujian).” (HR. Tirmidzi, no. 1021; Ahmad, 4: 415. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan).
Akhir Kehidupan Yang Baik.
Tidak ada seorang pun yang mengetahui akhir kehidupannya, akankah ditutup dengan amal kebajikan ataukah dengan perbuatan dosa. Keadaan setiap manusia di saat akhir hayatnya menjadi sesuatu yang sangat menentukan bagi kehidupan akhiratnya. Karena seluruh amal kia di dunia tergantung pada kondisinya saat tutup usia. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya amal-amal itu tergantung (amal) penutupnya.” (HR. Bukhari 5/2381/33).
Penulis : Muhammad Hanif Pranawa, S.Farm., Apt. (Alumni Ma’had Al Ilmi Yogyakarta)
Murajaah : Ustadz
Menjadi penghuni surga karena tidak hasad
Diriwayatkan dari Anas bin Malik dia berkata, “Ketika kami duduk-duduk bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, tiba-tiba beliau bersabda, ‘Sebentar lagi akan datang seorang laki-laki penghuni Surga.’ Kemudian seorang laki-laki dari Anshar lewat di hadapan mereka sementara bekas air wudhu masih membasahi jenggotnya, sedangkan tangan kirinya menenteng sandal.
Esok harinya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda lagi, ‘Akan lewat di hadapan kalian seorang laki-laki penghuni Surga.’ Kemudian muncul lelaki kemarin dengan kondisi persis seperti hari sebelumnya.
Besok harinya lagi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Akan lewat di hadapan kalian seorang lelaki penghuni Surga!!’ Tidak berapa lama kemudian orang itu masuk sebagaimana kondisi sebelumnya; bekas air wudhu masih memenuhi jenggotnya, sedangkan tangan kirinya menenteng sandal .
Setelah itu Rasulullah bangkit dari tempat duduknya. Sementara Abdullah bin Amr bin Ash mengikuti lelaki tersebut, lalu ia berkata kepada lelaki tersebut, ‘Aku sedang punya masalah dengan orang tuaku, aku berjanji tidak akan pulang ke rumah selama tiga hari. Jika engkau mengijinkan, maka aku akan menginap di rumahmu untuk memenuhi sumpahku itu.’
Dia menjawab, ‘Silahkan!’
Anas berkata bahwa Amr bin Ash setelah menginap tiga hari tiga malam di rumah lelaki tersebut tidak pernah mendapatinya sedang qiyamul lail, hanya saja tiap kali terjaga dari tidurnya ia membaca dzikir dan takbir hingga menjelang subuh. Kemudian mengambil air wudhu.
Abdullah juga mengatakan, ‘Saya tidak mendengar ia berbicara, kecuali yang baik.’
Setelah menginap tiga malam, saat hampir saja Abdullah menganggap remeh amalnya, ia berkata, ‘Wahai hamba Allah, sesungguhnya aku tidak sedang bermasalah dengan orang tuaku, hanya saja aku mendengar Rasulullah selama tiga hari berturut-turut di dalam satu majelis beliau bersabda, ‘Akan lewat di hadapan kalian seorang lelaki penghuni Surga.’ Selesai beliau bersabda, ternyata yang muncul tiga kali berturut-turut adalah engkau.
Terang saja saya ingin menginap di rumahmu ini, untuk mengetahui amalan apa yang engkau lakukan, sehingga aku dapat mengikuti amalanmu. Sejujurnya aku tidak melihatmu mengerjakan amalan yang berpahala besar. Sebenarnya amalan apakah yang engkau kerjakan sehingga Rasulullah berkata demikian?’
Kemudian lelaki Anshar itu menjawab, ‘Sebagaimana yang kamu lihat, aku tidak mengerjakan amalan apa-apa, hanya saja aku tidak pernah mempunyai rasa iri kepada sesama muslim atau hasad terhadap kenikmatan yang diberikan Allah kepadanya.’
Abdullah bin Amr berkata, ‘Rupanya itulah yang menyebabkan kamu mencapai derajat itu, sebuah amalan yang kami tidak mampu melakukannya’.”
Artikel www.KisahMuslim.com